9.7.06

Poligami

Arga berjalan dengan sekantung popcorn di tangannya menuju kursi yang berada di tengah-tengah ruangan. Hampir saja dia menabrak seorang seorang cewek ABG yang meleng karena ngobrol dengan ketiga temannya. Tak kurang dari 5 meter dari tempat kejadian itu, Ladya terkekeh melihat tingkah kekasihnya. Sementara Arga menatap balik dengan wajah songong.

Ladya menerima kantung popcorn yang masih terisi penuh sambil tersenyum. Sepertinya butiran-butiran jagung yang meledak itu berdesakan ingin keluar. Arga duduk di sebelahnya. 7:12, masih sekitar 20 menit lagi sebelum film diputar. Pikirnya setelah melihat kombinasi yang ditunjuk jarum panjang dan jarum pendek jam tangan di pergelangan kanannya.

"Kamu masih punya utang ke aku lho, A", kata Ladya manja sambil menyodorkan popcorn ke depan Arga. Ladya memanggil Arga dengan sebutan Aa, Arga sendiri yang meminta begitu. Arga mengambil beberapa butir dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"Utang apa?", tanya Arga sambil mengunyah popcorn.

"Utang nonton"

"Ini kan lagi mau nonton"

"Kan utangnya nonton Berbagi Suami"

"Yaahh, kan udah nggak tayang lagi. Dibayar sama film lain aja yah?"

"Nggak mau, ah. Dulu katanya janji nonton eh malah tiba-tiba meeting"

"Yah, gimana lagi. Si bos juga maunya mendadak sih. Lagi pula bukannya kamu udah nonton sama Tita?"

"Iya sih, tapi pengen nonton lagi"

"Deuuh, segitunya. Emang bagus banget ya filmnya? Atau kamu mau mendukung poligami?", Arga bertanya menggoda.

"Iii... amit-amit deh. Pokoknya aku sangat menentang poligami. Kalian para pria itu memang egois"

"Egois?"

"Iya. Egois. Pria-pria sok itu menikahi lebih dari satu wanita. Emang ada wanita yang mau membagi orang yang dicintainya dengan wanita lain?"

"Itu bukan egois, sayang. Justru karena kita itu baik hati, makanya kita bersedia memberi wanita-wanita itu perlindungan dengan cara menikahinya", Arga membela kaumnya. Dia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah kedua tangannya, seperti membentuk tanda kutip saat mengucap kata baik hati.

"Alah", Ladya mencibir. "Bilang aja kalo kalian nggak cukup dengan satu body"

"Tapi cukup dengan satu hati"

Arga tertawa. Ladya merengut.

"Yaahh, ngambek. Udah dong, aku janji ntar nggak bakal berpoligami deh. Cukup kamu. Satu. Swear", Arga mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Dua minggu", sambungnya, menirukan gaya Deedy Mizwar di film Kiamat Sudah Dekat.

Ladya tersenyum menahan tawa.

"Tapi tetep aja nggak rela kalo liat ada pria-pria yang berpoligami gitu", Ladya masih membela kaumnya.

"Yah, mau gimana lagi? Baik hukum agama maupun hokum negara kita membolehkan para pria beristri lebih dari satu. Nabi Muhammad sendiri istrinya berapa?"

"Iya, tapi hukum-hukum itu bukan saja membolehkan, tapi juga MENSYARATKAN. Salah satunya harus adil dalam segala hal. Nabi Muhammad lain. Beliau menikahi wanita-wanita itu dengan niat yang tulus untuk melindungi mereka. Dan aku yakin nggak ada yang bisa seadil Muhammad."

"Tapi kamu nggak boleh beranggapan bahwa semua pria jaman sekarang yang memutuskan untuk berpoligami tidak punya tujuan seperti Muhammad."

"Iya sih. Aku juga nggak nge-jugde begitu. Tapi itu presentasinya berapa? Dan kalaupun iya, aku nggak yakin dia bisa adil. Okelah dia pasti berusaha untuk adil terhadap istri-istrinya. Tapi siapa yang tahu kalo ternyata salah satu atau bahkan semua istrinya masih menyimpan rasa cemburu di hatinya. Sementara, sang suami sudah menganggap bahwa dia sudah berlaku adil."

"Sekarang gini deh, perbandingan pria dan wanita di dunia 1:5. Kalo nggak salah loh. Nah, kalo nggak ada poligami, nggak mungkin semua wanita bisa menikah. Kecuali kalo mereka memilih jadi lesbian."

Ladya menatap Arga. Setengah melotot. Arga sadar kalau kekasihnya itu sudah mulai marah. Kadang dia suka membuat kekasihnya itu marah. Tambah menarik, pikirnya.

"Oh iya lupa. Perbandingan itu tidak menyebutkan juga jumlah pria yang homoseks", Arga terlihat tersenyum.

Ladya tambah merengut.

"Iya… iya… sudah deh. Aku ngerti."

Ladya masih merengut.

"Jadi kamu benar-benar menolak poligami nih?"

"Ya iya lah. Kamu mau mendukung poligami?", suara Ladya meninggi.

"Aku nggak mendukung, sih. Dan aku tidak pernah terlintas untuk mempraktekkannya. Tapi aku juga nggak mengutuk para pelaku poligami itu. Yang pertama karena naluri lelaki. Yang kedua... kami punya kesempatan. Perbandingan jumlah pria wanita tadi jelas menguntungkan kami, dan hukum poligami itu pasti dibuat atas pertimbangan jumlah itu tadi juga."

Arga melanjutkan.

"Seandainya kalau keadaannya sekarang dibalik. Jumlah pria jauh lebih banyak dari pada wanita. Kemudian, hukum membolehkan kalian bersuami lebih dari seorang. Apa kalian para wanita masih mengutuk poliandri sebagaimana halnya poligami?"

Ladya sekarang benar-benar terdiam. Cukup lama mereka diam. Sampai...

'Mohon perhatian. Pintu teater 3 telah dibuka..."

"Masuk, yuk", Arga mengawali pembicaraan. Ladya tersenyum mengangguk. Sepasang kekasih itu kemudian berjalan ke arah kiri dari tempat mereka duduk sebelumnya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

by me